Lolo-Gunung Raya-Kerinci
Matahari baru sepengalah. kelabang pagi menyanyikan nyanyian alam menyambut Mentari pagi. Rimbunya pepohonan menembus belantara membuat makluk penghuni didalamnya merasa senang.Burung-burungpun berkicau. Dedaunanpun masih basah oleh embun pagi.Dari kejauhan rimbunya hutan belantara itu terlihat seorang lelaki berbadan kekar Berkostum kulit kayu. bertopi caping bambu, dengan keris Sakti Muna tertancap dipinggang bahagian kiri. ia tampaknya, seorang pengembara, baru saja turun dari perbukitan menuju aliran sungai batang lolo.
Di Lolo terdapat sebuah sungai. Aliran airnya dari pegunungan Gunung Kunyit. Aliran air ini berhutan lebat. Mampu menyimpan sumber air yang banyak. Karena rimbunya pepohonan .Lelaki pengembara itu. Setiap paginya. Mengambil air dialiran sungai Lolo ini. Kala mengusap mukanya, di Sungai Lolo itu. Ia merasa heran ada jeruk purut hanyut dialiran batang air Lolo itu. Ini artinya ada orang berlimau dihulu sungai katanya membathin dalam hati.“ Ada jeruk purut purut hanyut. Ini berarti ada orang mandi berlimau dihulu sungai batang air ini” katanya membathin dalam hati.
Lelaki kekar itu dengan santai kembali keatas perbukitan sungai. Setelah membawa air kedalam kendi bambu terpasang di pikulan diketiak kirinya. Dengan hanyutnya, jeruk purut membuat teka-teki lelaki asal mataram itu tiada habis pikir. Menunjukan ada kehidupan di Gunung Kunyit. Ia berpikir untuk Memecah misteri itu.
“ Apa sebenarnya makluk yang menghuni hulu sungai ini. Aku akan segera menyisir perbukitan rimbun ini” katanya membathin dalam hati.Dengan langkah tegar seorang pengembara menyusuri perjalanan. Sesekali tampak sesengukan berhenti dirindangnya pepohonan dengan menghirup air yang dibawanya dalam tabung bambu, yang dipasangkan dipikulan diketiak kirinya.
Dari kejauhan rimbunya pepohonan terlihat seorang wanita paruh baya. Wanita itu mengunakan kostum kulit kayu. Terlihat melilit beberapa bahagian tubuhnya. Dibahagian dadanya terselempang kulit kayu usang. Ditangan kanan sebilah tongkat kayu. Setelah beberapa meter wanita itu bicara.
“ Siapa kau cari sanak” terdengar suara seorang perempuan. Lelaki bercaping bamboo, duduk dibawah pohon itu tidaklah menjawabnya spontan.“ Aku seorang pengembara. Aku sedang mencari mamaku (paman Pen), yang datang kesumatera beberapa tahun yang silam, tiada kembali. Apakah kisanak mengetahuinya” kata pendekar ini.
"Oh begitu” kata wanita itu,Saya tidak mengetahui. Coba engkau cari saja” Kata Wanita itu dengan perlahan kembali melanjutkan perjalanan menuruni bukit Gunung kunyit.Sang pendekar mempersilahkan wanita cantik itu menyusuri areal Gunung kunyit itu.” Saya permisi dulu sanak” kata cewek cantik itu.” Silahkan” kata Pendekar.
Gunung kunyit areal berliku-liku. Ada sejuta pesona. Memandang tiada puas. Anugerah pencipta. Diatas pegunungan nan sejuk ini. Ada sebuah keluarga. Keluarga segalambai nan tujuh kakak beradik. Kumpulan keluarga bidadari. “ Kapan ya kak. Saya akan mendapat jodoh manusia. Karena kehidupan kita jauh dari kehidupan dunia ramai. Hanya kita saja berada disini ” Kata Mandari Kuning dipagi hari kala mandi diTaman tujuh.
“ Adiku jangan berpikir yang macam-macam. Karena kalau soal jodoh. Itu urusan tuhan penguasa alam. Kita tidak bisa menebak rahasianya” kata sang kakak.Setelah usai mandi, mereka kembali ke Mahligai Gunung Kunyit. Sambil tertawa cekikan dan gurauan. dari mahligai mereka memandang wajah lelaki ganteng sedang menuju mahligai .
“ Itu ada orang menuju kearah mahligai kakak. Ia tampak ganteng sekali, mana tahu, itu jodohku kakak” kata Mandari Kuning menunjukan sesosok lelaki dengan jari kanan.“ Itu perasanmu saja. Mana ada lelaki ganteng dihutan lebat ini
Dari kejauhan areal Gunung Kunyit tampak wajah lelaki. Ia menyisir pegunungan. Wajah kelelahan terpancar diwajahnya. Sesekali memanjat bukit terjal.“ Ouw-oow, Siapa yang menghuni bukit Gunung Kunyit ini” kata lelaki Indra Bangsawansyah dengan lantang dan garang.“ Kamilah penghuni Gunung Kunyit ini” kata Mandari Kuning dengan lantang pula memberi jawaban.
“ Bagaimana cara, bila saya akan naik keatas mahligaimu ini” Kata Indra dengan penuh harap.“ Kalau mau naik keatas mahligai ini, saudara akan saya jadikan suami” kata Mandari Kuning dengan lembut. Namun tidak ada jawaban.
Lelaki kekar ini, memang tidak putus asa. Ia berusaha mencapai mahligai Gunung Kunyit tempat Bidadari itu.“ Kalau mau naik keatas ambil batu sebesar kepalan tangan sebanyakt tiga butir. Lemparkan seraya menaiki lemparan satu persatu” Kata Mandari Kuning.
“ Saya akan segera melaksanakan sebagaimana permintaan saudari” kata indra dengan penuh semangat. Atas permintaan itu, Indra bangsawansyah secara spontan telah berada diatas mahligai Gunung Kunyit.
“ Sesuai dengan perkataan saudari. Bila saya berhasil menaiki bukit terjal sampai pada mahligai ini, saya akan saudari jadikan suami” Kata Indra menuntut janji itu. “ Benar, saya akan penuhi janji kakanda, kata Mandari Kuning dengan penuh kegembiraan.Dua mahluk yang bakal melaksanakan akad nikah itu. Kebingungan, karena siapa yang bakal menikahkan mereka dihutan lebat itu.
Namun secara spontan dan gaib. Setelah mereka bersiap telah ada didepan mereka seorang lelaki berjubah dan berselendang gaya ulama.“ Saya yang akan menikahkan kalian” kata lelaki yang muncul secara gaib itu penuh hormat dan senyum. Lelaki gaib itu, bernama, Ketet Indar rekto, Keteit indar nyato Setelah usai Ijab Kabul secara spontan ketit indar rekto dan keteit indar nyato hilang seketika, lenyap bagaikan disambar petir.
EPISODE KETIGA
Setelah beberapa tahun kemudian. Perkawinan anak manusia. Mandari Kuning dengan indra Bangsawansyah. Buah cinta mereka lahir. Anak pertama, bernama Tunggak garang. Empat tahun kemudian lahir pula anak kedua, Simambang Tunggal.
Kehidupan dua insan, dalam menjalani hari-harinya. Indra Bangsawansyah mulai gelisah. Ia ingat tekadnya, untuk mencari mamanknya, Tuan Syeih-Tuan Syiak Mardan Junjung.Namun malang bakal timbul ketika dengan isterinya. Bermula dari pesan. Ia meminta Indra bangsawansyah selama ia kesungai. Meminta jangan membuka tutup periuk.
“ Saya meminta penuh harap selama saya berada di sungai, kakanda yang berada dirumah untuk tidak membuka tutup periuk.Indra diam saja. Apa yang dikatakan oleh isterinya itu. Namun dibathinya bergejolak. Misteri apa sebenarnya ada pada tutup periuk itu.
“ Mandari Kuning. Isteriku itu, memang aneh. Apa gerangan. Ia memintaku untuk tidak membuka tutup periuk belangga tanah itu!” Kata Indra Bangsawansyah penuh Tanya. Petuah isterinya ternyata membuat, ia tidak mematuhinya. Ia membuka tutup periuk belangga tanah. Anehnya, didalam Periuk itu, tidak ada apa-apanya.
Beberapa saat kemudian, sang isterinya, pulang dari Sungai langsung menuju dapur bertunggu batu. Setelah meletakan pakain kulit kayu itu.“ Sudah saya katakan pada kakanda, untuk tidak membuka tutup periuk, sebagaimana pesan saya, kala turun kesungai beberapa saat berlalu, ternyata kakanda tidak mengindahkanya” Kata Mandari Kuning dengan wajah cemberut bersemu merah.
“ Apa yang akan kita makan. Nasi tidak ada. Inilah ulah kakanda” imbuh Mandari.“ Lantas apa hubungan dengan kita” Kata Indra dengan penuh selidik.“ Kakanda hanya mencari gara-gara saja dengan dinda. Anak Pamanda telah besar di Bukit Kerman” Kata Mandari dengan amarah. Karena kemarahan isterinya, indra kembali mencari Pamanda dengan menyisir perbukitan dengan turun dari Gunung Kunyit.“ kalau, memang begitu. Aku akan segera turun dari Gunung Kunyit ini” kata Indra dengan penuh emosi.
KETEMU PEMANGKU GUNUNG RAYO.
Menapak perjalanan sang pendekar dari Gunung Kunyit dengan menyusuri batang air Lolo. Sesekali berhenti diperjalanan. Menikmati indah alam dibawah areal Gunung kunyit. Rawa dan areal membelukar dengan rerimbunan pepohonan.
Didalam perjalanan dari kejauhan, Mudik Dusun Lolo, teluk dalam, Terlihat seorang lelaki kekar. Ia juga kelihatan seorang pendekar berilmu tinggi. terpasang sebuah Keris dipingangnya dan sebuah tombak ditangan kananya.“ Siapa saudara” katanya dengan keras. “ saya Indra bangsawan pendekar Gunung Kunyit.” Saudara” Tanya Indra bangsawansyah setelah berhadapan. “ saya adalah pemangku Gunung Rayo” Kata pendekar ini.
Tiba-tiba tanpa ada komando, hanya terdengar suara eeeeeeet terjadi serangan mendadak oleh pemangku Gunung rayo. Dengan kekuatan tenaga dalam, dengan mentera ajian Sagempo Rayo menyerang pendekar Gunung Kunyit.“ Eeeet rasakan, ajian Sagempo rayo” kata pemangku Gunung raya dengan duduk setelah melakukan serangan secara membabi babi buta, namun dapat ditahan oleh Pendekar Gunung Kunyit. Meski sempat terlempar beberapa meter meringis menahan sakit pada bahagian dada.
Perseteruan dua pendekar ini tidak terelakan. Mereka masing-masing memiliki ajian mandra Guna. Pendekar Gunung Kunyit duduk bersimbuh menghimbun kekuatan dengan memanggil jin seribu jalan dayik-seribu jalan dahet hingga berputar-putar dengan mengangkat tangan dan melepaskan kedua telapak tangan
“ Terima serangan balasanku kawan, Ajian Jin seribu” kata indra membuat Pemangku Gunung rayo terlempar beberapa meter bersimpah peluh.Seorang satria, tentu tidak memilkiki sifat dendam dan membunuh. Kedua kesatria ini berjabat tangan setelah persetruan yang tiada kalah dengan menang.
“ Berdirilah kawan. Sebenarnya, saudara ini mau kemana” Tanya Pemangku Gunung rayo pada Indra dengan menarik tanganya. “ Saya ingin kebukit Kerman. Ingin menemui anak pamanda Tuan syeich Tuan syiak Mardan Junjung” Sambung indra sambil membersih kostum kulit kayunya yang berlumur tanah.“ Kenapa saudara kesana” Tanya pemangku pula. “ saya ingin bersilaturahmi dengan anak pamanda dan menemui anak gadisnya.
“ Tidak bisa” kata pemangku dengan garang. Pertempuran kembali terjadi. “ Saya juga berhak atas anak pamanda dibukit Kerman itu. Saya telah lama mengincarnya dari dulu” kata pemangku.Persetruan berulang-ulang itu tidak menemukan kata putus. Mereka kembali berdiplomasi. “ Sebaiknya” kata Indra. “ Sebaiknya bagaimana “ jawab Pemangku.
Beberapa saat berpikir. Indra memberi alternatif. “ kita adukan kekuatan berjalan, Saudara jalan diair, Saya jalan darat. Kesepakatan pun dibangun. Kedua mengangguk tanda persetujuan. Dua satria mulai cara-cara kasing-masing hingga tercapai tujuan mendapatkan anak pamanda Tuan syeh tuan syiak Mardan Junjung.
Setelah beberapa jam perjalanan. Salah seorang satria Gunung Kunyit telah duduk dirumah pamanda tuan syeich-tuan syiak Mardan Junjung, Namun pemangku Gunung Rayo dari kejauhan mulai kelihatan menaiki areal pendakian, bertanggo batu di Bukit Kerman. Hingga sampai pada sebuah rumah bambu. Tirai menghadap matahari hidup. Membuat kelihatan jelas orang yang datang.
“ Saudara baru datang. Saya telah memakan dua kali daun sirih dirumah mamak “ kata Indra bangsawansyah dihampiri oleh anak pamanda, Rabiah Bulan sambil melonggokan kepala ditirai Pintu.“ Silahkan kanda naik keatas rumah kanda” kata Rabiah bulan pada pemangku Gunung rayo dengan nafas ngos-ngosan berkacak pinggang.
“ Memang Rabiah bulan. Anak pamanda itu, pantas menjadi milik saudara” kata Pemangku yang langsung kembali berputar haluan. ( Jon Hendri.Hp.O85266140291)
Di Lolo terdapat sebuah sungai. Aliran airnya dari pegunungan Gunung Kunyit. Aliran air ini berhutan lebat. Mampu menyimpan sumber air yang banyak. Karena rimbunya pepohonan .Lelaki pengembara itu. Setiap paginya. Mengambil air dialiran sungai Lolo ini. Kala mengusap mukanya, di Sungai Lolo itu. Ia merasa heran ada jeruk purut hanyut dialiran batang air Lolo itu. Ini artinya ada orang berlimau dihulu sungai katanya membathin dalam hati.“ Ada jeruk purut purut hanyut. Ini berarti ada orang mandi berlimau dihulu sungai batang air ini” katanya membathin dalam hati.
Lelaki kekar itu dengan santai kembali keatas perbukitan sungai. Setelah membawa air kedalam kendi bambu terpasang di pikulan diketiak kirinya. Dengan hanyutnya, jeruk purut membuat teka-teki lelaki asal mataram itu tiada habis pikir. Menunjukan ada kehidupan di Gunung Kunyit. Ia berpikir untuk Memecah misteri itu.
“ Apa sebenarnya makluk yang menghuni hulu sungai ini. Aku akan segera menyisir perbukitan rimbun ini” katanya membathin dalam hati.Dengan langkah tegar seorang pengembara menyusuri perjalanan. Sesekali tampak sesengukan berhenti dirindangnya pepohonan dengan menghirup air yang dibawanya dalam tabung bambu, yang dipasangkan dipikulan diketiak kirinya.
Dari kejauhan rimbunya pepohonan terlihat seorang wanita paruh baya. Wanita itu mengunakan kostum kulit kayu. Terlihat melilit beberapa bahagian tubuhnya. Dibahagian dadanya terselempang kulit kayu usang. Ditangan kanan sebilah tongkat kayu. Setelah beberapa meter wanita itu bicara.
“ Siapa kau cari sanak” terdengar suara seorang perempuan. Lelaki bercaping bamboo, duduk dibawah pohon itu tidaklah menjawabnya spontan.“ Aku seorang pengembara. Aku sedang mencari mamaku (paman Pen), yang datang kesumatera beberapa tahun yang silam, tiada kembali. Apakah kisanak mengetahuinya” kata pendekar ini.
"Oh begitu” kata wanita itu,Saya tidak mengetahui. Coba engkau cari saja” Kata Wanita itu dengan perlahan kembali melanjutkan perjalanan menuruni bukit Gunung kunyit.Sang pendekar mempersilahkan wanita cantik itu menyusuri areal Gunung kunyit itu.” Saya permisi dulu sanak” kata cewek cantik itu.” Silahkan” kata Pendekar.
Gunung kunyit areal berliku-liku. Ada sejuta pesona. Memandang tiada puas. Anugerah pencipta. Diatas pegunungan nan sejuk ini. Ada sebuah keluarga. Keluarga segalambai nan tujuh kakak beradik. Kumpulan keluarga bidadari. “ Kapan ya kak. Saya akan mendapat jodoh manusia. Karena kehidupan kita jauh dari kehidupan dunia ramai. Hanya kita saja berada disini ” Kata Mandari Kuning dipagi hari kala mandi diTaman tujuh.
“ Adiku jangan berpikir yang macam-macam. Karena kalau soal jodoh. Itu urusan tuhan penguasa alam. Kita tidak bisa menebak rahasianya” kata sang kakak.Setelah usai mandi, mereka kembali ke Mahligai Gunung Kunyit. Sambil tertawa cekikan dan gurauan. dari mahligai mereka memandang wajah lelaki ganteng sedang menuju mahligai .
“ Itu ada orang menuju kearah mahligai kakak. Ia tampak ganteng sekali, mana tahu, itu jodohku kakak” kata Mandari Kuning menunjukan sesosok lelaki dengan jari kanan.“ Itu perasanmu saja. Mana ada lelaki ganteng dihutan lebat ini
Dari kejauhan areal Gunung Kunyit tampak wajah lelaki. Ia menyisir pegunungan. Wajah kelelahan terpancar diwajahnya. Sesekali memanjat bukit terjal.“ Ouw-oow, Siapa yang menghuni bukit Gunung Kunyit ini” kata lelaki Indra Bangsawansyah dengan lantang dan garang.“ Kamilah penghuni Gunung Kunyit ini” kata Mandari Kuning dengan lantang pula memberi jawaban.
“ Bagaimana cara, bila saya akan naik keatas mahligaimu ini” Kata Indra dengan penuh harap.“ Kalau mau naik keatas mahligai ini, saudara akan saya jadikan suami” kata Mandari Kuning dengan lembut. Namun tidak ada jawaban.
Lelaki kekar ini, memang tidak putus asa. Ia berusaha mencapai mahligai Gunung Kunyit tempat Bidadari itu.“ Kalau mau naik keatas ambil batu sebesar kepalan tangan sebanyakt tiga butir. Lemparkan seraya menaiki lemparan satu persatu” Kata Mandari Kuning.
“ Saya akan segera melaksanakan sebagaimana permintaan saudari” kata indra dengan penuh semangat. Atas permintaan itu, Indra bangsawansyah secara spontan telah berada diatas mahligai Gunung Kunyit.
“ Sesuai dengan perkataan saudari. Bila saya berhasil menaiki bukit terjal sampai pada mahligai ini, saya akan saudari jadikan suami” Kata Indra menuntut janji itu. “ Benar, saya akan penuhi janji kakanda, kata Mandari Kuning dengan penuh kegembiraan.Dua mahluk yang bakal melaksanakan akad nikah itu. Kebingungan, karena siapa yang bakal menikahkan mereka dihutan lebat itu.
Namun secara spontan dan gaib. Setelah mereka bersiap telah ada didepan mereka seorang lelaki berjubah dan berselendang gaya ulama.“ Saya yang akan menikahkan kalian” kata lelaki yang muncul secara gaib itu penuh hormat dan senyum. Lelaki gaib itu, bernama, Ketet Indar rekto, Keteit indar nyato Setelah usai Ijab Kabul secara spontan ketit indar rekto dan keteit indar nyato hilang seketika, lenyap bagaikan disambar petir.
EPISODE KETIGA
Setelah beberapa tahun kemudian. Perkawinan anak manusia. Mandari Kuning dengan indra Bangsawansyah. Buah cinta mereka lahir. Anak pertama, bernama Tunggak garang. Empat tahun kemudian lahir pula anak kedua, Simambang Tunggal.
Kehidupan dua insan, dalam menjalani hari-harinya. Indra Bangsawansyah mulai gelisah. Ia ingat tekadnya, untuk mencari mamanknya, Tuan Syeih-Tuan Syiak Mardan Junjung.Namun malang bakal timbul ketika dengan isterinya. Bermula dari pesan. Ia meminta Indra bangsawansyah selama ia kesungai. Meminta jangan membuka tutup periuk.
“ Saya meminta penuh harap selama saya berada di sungai, kakanda yang berada dirumah untuk tidak membuka tutup periuk.Indra diam saja. Apa yang dikatakan oleh isterinya itu. Namun dibathinya bergejolak. Misteri apa sebenarnya ada pada tutup periuk itu.
“ Mandari Kuning. Isteriku itu, memang aneh. Apa gerangan. Ia memintaku untuk tidak membuka tutup periuk belangga tanah itu!” Kata Indra Bangsawansyah penuh Tanya. Petuah isterinya ternyata membuat, ia tidak mematuhinya. Ia membuka tutup periuk belangga tanah. Anehnya, didalam Periuk itu, tidak ada apa-apanya.
Beberapa saat kemudian, sang isterinya, pulang dari Sungai langsung menuju dapur bertunggu batu. Setelah meletakan pakain kulit kayu itu.“ Sudah saya katakan pada kakanda, untuk tidak membuka tutup periuk, sebagaimana pesan saya, kala turun kesungai beberapa saat berlalu, ternyata kakanda tidak mengindahkanya” Kata Mandari Kuning dengan wajah cemberut bersemu merah.
“ Apa yang akan kita makan. Nasi tidak ada. Inilah ulah kakanda” imbuh Mandari.“ Lantas apa hubungan dengan kita” Kata Indra dengan penuh selidik.“ Kakanda hanya mencari gara-gara saja dengan dinda. Anak Pamanda telah besar di Bukit Kerman” Kata Mandari dengan amarah. Karena kemarahan isterinya, indra kembali mencari Pamanda dengan menyisir perbukitan dengan turun dari Gunung Kunyit.“ kalau, memang begitu. Aku akan segera turun dari Gunung Kunyit ini” kata Indra dengan penuh emosi.
KETEMU PEMANGKU GUNUNG RAYO.
Menapak perjalanan sang pendekar dari Gunung Kunyit dengan menyusuri batang air Lolo. Sesekali berhenti diperjalanan. Menikmati indah alam dibawah areal Gunung kunyit. Rawa dan areal membelukar dengan rerimbunan pepohonan.
Didalam perjalanan dari kejauhan, Mudik Dusun Lolo, teluk dalam, Terlihat seorang lelaki kekar. Ia juga kelihatan seorang pendekar berilmu tinggi. terpasang sebuah Keris dipingangnya dan sebuah tombak ditangan kananya.“ Siapa saudara” katanya dengan keras. “ saya Indra bangsawan pendekar Gunung Kunyit.” Saudara” Tanya Indra bangsawansyah setelah berhadapan. “ saya adalah pemangku Gunung Rayo” Kata pendekar ini.
Tiba-tiba tanpa ada komando, hanya terdengar suara eeeeeeet terjadi serangan mendadak oleh pemangku Gunung rayo. Dengan kekuatan tenaga dalam, dengan mentera ajian Sagempo Rayo menyerang pendekar Gunung Kunyit.“ Eeeet rasakan, ajian Sagempo rayo” kata pemangku Gunung raya dengan duduk setelah melakukan serangan secara membabi babi buta, namun dapat ditahan oleh Pendekar Gunung Kunyit. Meski sempat terlempar beberapa meter meringis menahan sakit pada bahagian dada.
Perseteruan dua pendekar ini tidak terelakan. Mereka masing-masing memiliki ajian mandra Guna. Pendekar Gunung Kunyit duduk bersimbuh menghimbun kekuatan dengan memanggil jin seribu jalan dayik-seribu jalan dahet hingga berputar-putar dengan mengangkat tangan dan melepaskan kedua telapak tangan
“ Terima serangan balasanku kawan, Ajian Jin seribu” kata indra membuat Pemangku Gunung rayo terlempar beberapa meter bersimpah peluh.Seorang satria, tentu tidak memilkiki sifat dendam dan membunuh. Kedua kesatria ini berjabat tangan setelah persetruan yang tiada kalah dengan menang.
“ Berdirilah kawan. Sebenarnya, saudara ini mau kemana” Tanya Pemangku Gunung rayo pada Indra dengan menarik tanganya. “ Saya ingin kebukit Kerman. Ingin menemui anak pamanda Tuan syeich Tuan syiak Mardan Junjung” Sambung indra sambil membersih kostum kulit kayunya yang berlumur tanah.“ Kenapa saudara kesana” Tanya pemangku pula. “ saya ingin bersilaturahmi dengan anak pamanda dan menemui anak gadisnya.
“ Tidak bisa” kata pemangku dengan garang. Pertempuran kembali terjadi. “ Saya juga berhak atas anak pamanda dibukit Kerman itu. Saya telah lama mengincarnya dari dulu” kata pemangku.Persetruan berulang-ulang itu tidak menemukan kata putus. Mereka kembali berdiplomasi. “ Sebaiknya” kata Indra. “ Sebaiknya bagaimana “ jawab Pemangku.
Beberapa saat berpikir. Indra memberi alternatif. “ kita adukan kekuatan berjalan, Saudara jalan diair, Saya jalan darat. Kesepakatan pun dibangun. Kedua mengangguk tanda persetujuan. Dua satria mulai cara-cara kasing-masing hingga tercapai tujuan mendapatkan anak pamanda Tuan syeh tuan syiak Mardan Junjung.
Setelah beberapa jam perjalanan. Salah seorang satria Gunung Kunyit telah duduk dirumah pamanda tuan syeich-tuan syiak Mardan Junjung, Namun pemangku Gunung Rayo dari kejauhan mulai kelihatan menaiki areal pendakian, bertanggo batu di Bukit Kerman. Hingga sampai pada sebuah rumah bambu. Tirai menghadap matahari hidup. Membuat kelihatan jelas orang yang datang.
“ Saudara baru datang. Saya telah memakan dua kali daun sirih dirumah mamak “ kata Indra bangsawansyah dihampiri oleh anak pamanda, Rabiah Bulan sambil melonggokan kepala ditirai Pintu.“ Silahkan kanda naik keatas rumah kanda” kata Rabiah bulan pada pemangku Gunung rayo dengan nafas ngos-ngosan berkacak pinggang.
“ Memang Rabiah bulan. Anak pamanda itu, pantas menjadi milik saudara” kata Pemangku yang langsung kembali berputar haluan. ( Jon Hendri.Hp.O85266140291)
No comments:
Post a Comment