Oleh:Drs.Syaiful Munar.
Kabupaten Kerinci mengkonsumsi ikan rata-rata perhari sebanyak 30 ton, 60 persen diantaranya harus didatangkan dari luar Kerinci seperti dari Padang,Sibolga dan dari daerah lainnya.Kenapa demikian ?, Sebenarnya kondisi seperti ini sudah berlangsung lama, seogianya hal ini tidak harus terjadi, memang sangatlah tidak beralasan bahwa Kabupaten Kerinci yang kita kenal punya sumberdaya air tawar yang berlimpah dan lahan kolam yang memadai, dan ditambah pula dengan beberapa buah danau yang cukup luas, kok harus jauh tertinggal dengan Kabupaten lainnya dalam Provinsi Jambi, terutama dalam program sektor Perikanan air tawar.Kendati kita sadari Kerinci bukanlah wilayah bahari, seperti daerah-daerah yang berada dipinggir lautan lepas, namun bukan berarti Kerinci tidak bisa menempatkan dirinya sebagai Kabupten penghasil ikan,paling tidak dapat mencukupi kebutuhan daerah nya sendiri.
Kalaulah potensi perikanan daerah ini dikelola dengan baik, bukan tidak menutup kemungkinan akan menjadi daerah yang surplus ikan air tawar, hal ini diyakini setelah kita melihat dari potensi alam yang sangat memungkinkan sektor prikanan dapat lebih dikembangkan didaerah ini. Seperti Danau Kerinci dengan luas 4200 ha, 1 persen (42 ha) diantaranya telah diizinkan oleh Departemen Lingkungan Hidup sebagai area pembangunan kerambah, tapi kenyataan dilapangan sampai saat ini Danau Kerinci baru hanya dapat direalisasikan sebagai areal kerambah hanya ± 3 ha saja, berarti masih tersisa 39 ha, belum lagi danau-danau yang ada lainnya dalam Kabupatn Kerinci, yang sampai kini belum tersintuh oleh program perikanan secara maksimal.
Dari hasil wawancara penulis dengan Dinas Perikanan Kab Kerinci, mereka selalu memberi alasan klasik, karena APBD Provinsi belum banyak berpihak ke Kabupten ini,begitupun dana APBN. Hendaknya kita jangan cepat menyalahkan kebijakan APBD I dan APBN, tapi kita harus ingat bahwa semuanya kembali ke kita, sejauh mana kita dapat ”mnjemput bola” atau bernegosiasi dengan pihak-pihak yang berkompeten disemua tingkatan, kita hendaknya jangan mudah ”buang badan” misalnya dengan mengkambing hitam pihak lain.Fakta menunjukkan daerah lain ternyata bisa berhasil, kenapa kita gagal melulu dari tahun ke tahun, sehingga laju pertumbuhan sektor ini nyaris tidak ada, yach.. paling panter 0,5 – 2 persen. Kata orang sektor ini secara totalitas belumlah dikelola lebih terencana secara baik mungkin ada benarnya, karena tidak nampak gebrakan yang berarti yang dapat ditunjukkannya.
Trik-trik mempengaruhi APBD I dan APBN tidak lain adalah dari pendekatan yang intensif,artinya tidak semata ”menuggu bola”, tentu loby dan negosiasi dilakukan secara berulang dan gencar atau ovensif bukan devensif. Jika tidak, maka tunggu saja kekecewaan pasti kita dapati.Sehingga alasan dikarena faktor keberpihakan dana APBD I dan APBN hendaknya janganlah menjadi momok selalu, kecenderungan mengkambing hitam hendaknya harus dihilangkan dalam era transparansi saat ini, tapi kita harus terus membangun pola hubungan yang lebih harmonis dan bersinergis secara lintas instansi dan pemerintah Kabupaten ,Provinsi dan Pusat.
Kita harus secara terus menerus berjuang dan melakukan pendekatan-pendekatan formal dan informal dengan jalan menunjukkan potensi perikanan di mata pihak yang berkompeten,tentulah dengan data yang lengkap dan program yang masuk akal. Kita tidak bermaksud memenangkan dan mengalahkan Kabupaten lain dalam Provinsi Jambi, istilah kalah menang bukanlah menjadi persoalan dalam masalah perikanan, tapi keberhasilan menarik APBD I dan APBN ke daerah ini lebih besar dari tahun sebelumnya itu yang lebih penting. Kabupaten lain ternyata bisa, kenapa kita tidak bisa, akankah dengan ketidak mampuan kita berinisiatif lantas pasrah dengan keadaan ? Justru itu sistim yang yang digunakan dalam penempatan personil disetiap SKPD harus benar-benar lebih mencermati kemampuan disamping intelektualitas juga kreatifitas sangatlah perlu, kemudian sikap tanggungjawab yang tinggi dengan bidang tugas juga menjadi faktor penentu dalam penunjukan setiap pemimpin SKPD.
Atau dengan kata lain dimasa datang pemegang kebijakan disektor ini haruslah berasal dari SDM yang benar-benar terseleksi secara baik, disamping mereka harus memiliki latar belakang pendidikan sektor ini yang dominan, tapi juga mereka harus memiliki jiwa juang tinggi dan enterprenership yang tangguh, atau seorang yang ahli dalam negosiasi dengan semua pihak, bukan hanya sebaliknya yang selama ini mereka hanya sekadar bisa ngomong dan menghabisi APBD saja, tanpa memberi terobosan berarti,sehingga belum mampu menujukkan kinerja yang baik, apalagi dengan kebijakan pemda menggabungkan beberapa dinas teknis lainnya, tentulah mejadi semakin tidak terkonsentrasi dalam pengurusan sektor-sektor vital ini.
Persoalan perikanan daerah ini dimasa datang harus ditangani secara lebih serius lagi, karena dalam satu dasawarsa terkahir sektor ini tidak menampakkan kemajuan yang sigifikan,boleh dikatakan hanya jalan ditempat saja, alias nyaris tidak ada perkembangan yang berarti sama sekali, sehingga potensi alam yang sangat mendukung tetap saja tinggal sebagai potensi, tanpa dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga kebutuhan nutrisi masyarakat daerah ini mau tidak mau harus dibayar mahal, dengan kata lain daerah ini selalu dalam ketergantungan pasokan ikan dari daerah lain,yang sudah barang tentu harganya cukup mahal dibanding dengan hasil budidaya sendiri. Semoga.Penulis adalah pemerhati perikanan.
No comments:
Post a Comment