namun sayang
Kerinci (14/806)- Suana pagi itu, memang terasa segar dan bugar .Meski cuaca sedikit mendung mengayut. Tampaknya mau turun hujan. dihamparan subur Kayu Aro, Kawasan ini memang dingin hinga kesumsum tulang. Karena biasanya jam dua belas siang dini hari serambut panjang berderai tumpah.
Telah lama daerah ini jarang saya kunjungi. Kesan kesejukan dan kerinduan membuat saya dan rekan saya kembali wisata mengisi waktu. Terutama PTP enam Nusantara. Saya ingin menikmati aroma teh yang mengundang aroma rasa membangkitkan selera.
Setelah duduk dalam ruang pengamanan, sebagai tamu, sungguhan Teh Kayu Aro panas muncul diantar seorang wanita separoh baya. Setelah meletakan dengan sangat hati-hati. Aroma rasa enaknya, komoditi bumi Kerinci tercium “ Silahkan minum pak” katanya seraya meningalkan kami.” Terima kasih mbak” kata saya, seraya wanita paruh baya itu berlalu meninggalkan saya dan rekan saya dalam ruangan itu.
Sembari meminum teh. Suasana bunyi mesin pengolah teh sesayup sampai terdengar, situasi membuat merasa berada dalam Suasana kota industri yang hidup. Meski Kerinci tidak membolehkan adanya operasi alat industri. Karena sekalilingnya adalah Taman nasional Kerinci Seblat. Takut udaranya tercemar, Namun Cerobong asap pabrik kian kelihatan menghitam limbah keluar dari palung udara PTP enam Nusantara ini.
“ Teh Kayu Aro ini, terasa nikmat sekali, membuat kecanduan, saya biasa minum Teh sekali-kali, tidak membuat kecanduan, tapi ini setelah mencoba sekali teh Kayu Aro, saya kepingin terus” kata pegawai asal Kerinci. Kala minum Teh bersama rekan saya, yang tukang potret itu.
“ Iya bang, sayapun begitu, Kalau kita beli teh cap bendera atau yang yang beredar dipasaran. Rasanya, biasa saja. Tapi teh Kayu Aro ini, memang terasa nikmatnya.’ Kata kawan saya seraya meminta membawa pulang bungkusan sisa olah teh. Yang biasanya jadi oleh-oleh pihak yang bertamu ke PTP enam Nusantara ini , dibungkus dengan kertas kacang dengan merk” tidak untuk dijual”.
Ucapan rekan saya, tentang kenikmatan Teh Kayu Aro membuat pikiran mengembalikan ingatan dulu kala, zaman belanda dan membuat saya menghayal. Ini yang membuat belanda atau pihak luar betah ” Mengeruk dan menguras kenikmatan hasil Alam Kerinci, yang kaya raya ini”.
“ Olah hasil Teh Alam Kerinci ini bang, telah pula menjadi bahan campuran produk teh, Sariwangi, teh sostro, termasuk Teh luar Kerinci. Produk kita ini jadi bahan alami dicampur dengan racikan lain, sayang teh yang enak itu telah menjadi komoditi lain, tidak lagi bernama Teh Kerinci ” katanya dengan santai.
Menurut rekan saya, Teh hasil olahan alam Kerinci Kerinci sehari bisa mencapai 20 ton teh jadi, dengan mempekerjakan 400 orang pegawai yang telah memiliki legalitas pegawai tetap diluar buruh kasar. Ada yang menarik Kini Pengolahan teh, yang beralih dari minyak solar mengunakan pembakaran 20 ton tempurung sawit dari Jambi dengan kapasitas 90 s/d 95% daun Teh basah dengan 22% (Persen) bahan baku.
Beralih pengolahan Sawit dari dari bahan baku solar ketumpurung sawit. Tentu akan mengurangi biaya pembelian solar. Meski demikian, tenaga kerja Kerinci, yang bekerja dinegeri jiran Malaysia kian “ Bengkak”, memang Kerinci, harus diakui” Ibarat itik mati dilumbung Padi. Ditengah negerinya yang kaya.
Meski demikian. Peran dewan dalam mengembalikan kemasan teh Kerinci sebagai penyumbang pendapatan asli Daerah, memang sangat perlu. Jangan hanya berani mengenjot pajak Bumi dan bangunan. Pendapatan teh kayu Aro lebih besar. Yang pembayaran pajaknya mencapai delapan ratus delapan puluh tiga juta setahun. Perlu mendapat perhatian, terutama tenaga kerjanya. Mestinya juga ada orang Kerinci dong.
Kunjungan Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin menjadikan Kayu Aro Kerinci sebagai areal sentral Agribisnis (30/8-06) lalu bersama Fauzi Siin, Bupati Kerinci sempat geram . Karena label kemasan teh tidak berlabel Kerinci .terpulang pada nek dan Pak Zul. Semoga.
No comments:
Post a Comment